oleh

Batik Durian Jajal Pasar Eropa

*Ikuti Milan Fashion Week

LUBUKLINGGAU, MS – Batik durian sudah mulai merambah pasar internasional. Ini dibuktikan dengan keikutsertaan Kota Lubuklinggau pada ajang fashion bergengsi di Italy yakni Milan Fashion Week (MFW).

Lebih kurang 70 jenis motif batik durian disambut hangat warga Milan. Bahkan salah satu busana batik kekinian rancangan designer berbakat Jenny Yohana Kansil dipamerkan di salah satu stage dipusat perbelanjaan di Kota Milan.

“Sambutan masyarakat Eropa khususnya Milan, sangat luar biasa. Masyarakatnya sangat menghargai budaya yang sarat cerita sejarah. Lagipula koleksi yang kami bawa, memiliki tampilan modern dan menarik menurut pasar Eropa dengan karakter daerah yang sangat kuat. Ditambah lagi ada sponsor yang menyediakan secara gratis produk sepatu dan aksesoris lainnya,” jelas Ketua Dewan Jesenuan Kota Lubuklinggau, Rina (sapaan Hj Yetty Oktarina Prana, red,) Selasa (28/9).

Batik duren sendiri sedari awal dibuat tanpa pakem. Secara otomatis hal ini memudahkan designer untuk merancang busana berbahan dasar batik duren semenarik mungkin. Pada ajang MFW batik durian dirancang kekinian mengikuti trend fashion dunia.

Ia menjelaskan, koleksi produk Batik Durian yang ditampilkan tersebut merupakan hasil pengembangan produk baru. Tujuannya untuk mengimbangi selera dan trend yang sedang diminati masyarakat internasional khususnya Eropa.

“Kalau designnya standar seperti selama ini, tak mungkin bisa menarik perhatian,” ujar Rina.

Sebagai penggagas batik durian, Rina menginginkan fashion khas daerah ini bisa terus eksis, berkelanjutan dan menyasar kaum milenial. Khususnya anak-anak muda sekarang cenderung kritis memilih fashion.

“Makanya kami melibatkan designer-designer Eropa untuk membantu melakukan koreksi produk batik durian,” terang dia.

Sambutan hangat warga Milan pada batik durian dijelaskan Rina Prana tak hanya dari motif-motif batiknya yang bervariasi saja. Namun sistem pewarnaan batik yang menggunakan bahan-bahan alami yakni getah Jengkol dan pinang membuat designer Milan kagum.

“Tampilannya menarik, karena sistem pewarnaan kita lakukan dengan menggunakan bahan-bahan alami. Ini jadi ciri khas dari batik durian,” tambahnya.

Tetapi untuk batik durian yang dipamerkan, bahan pewarnanya lebih bervariasi. Kemudian bahan kulitnya bersumber dari buah-buahan. Tidak menggunakan bahan berasal dari hewan.

“Ada produk sponsor dari anak-anak kreatif Indonesia, binaan kementerian terkait, mengembangkan kulit dari bahan-bahan limbah pengolahan kopi dan buah-buahan lainnya. Penggunaan bahan kulit tersebut, menambah daya tarik batik durian yang dipamerkan,” ungkap Rina.

Ditanya mengenai upaya memaksimalkan produksi, Rina menjelaskan bahwa hal tersebut butuh dukungan dari masyarakat terutama kalangan pengrajin dan enterpenuer fashion di Lubuklinggau.

“Batik Durian ini saya gagas sejak 2013, telah ada pengrajin yang kami kirim untuk mengikuti pelatihan di Yogyakarta melalui Dekranasda. Tapi semua pengusaha bisa memproduksi batik durian tanpa royalti. Siapapun bisa membuat dan memakai konsep batik durian ini,” tegas Rina.

Rina mengakui, pihaknya masih kesulitan untuk meningkatkan produksi batik durian mengingat minimnya SDM.

Walaupun telah memaksimalkan upaya untuk membina pengrajin lokal selama lima tahun terakhir. “Makanya perlu enterpenuer fashion yang mau ambil bagian mengembangkan peluang usaha dengan memproduksi batik durian. Tanpa dukungan itu, dirasa sulit untuk memaksimalkan produksi batik durian,” jelasnya.

Sejauh ini Lubuklinggau sendiri baru memiliki dua enterpreneur (pengusaha, red) batik. Untuk itu pembinaan terus dilakukan agar masyarakat melihat batik duren sebagai salah satu peluang usaha menjanjikan. (dhia)

News Feed