LUBUKLINGGAU, MS – Tingginya angka pengangguran di Kota dengan slogan Sebiduk Senare dinilai menelanjangi Pemkot Lubuklinggau. Sebab data BPS dituding tak bisa dijadikan acuan ditengah pembangunan yang menggeliat.
“Kalau angka pengangguran tinggi sama saja menelanjangi Pemkot Lubuklinggau. Ini harus diluruskan, sebab puluhan investor menanamkan modalnya di Lubuklinggau yang otomatis para pelaku usaha tersebut merekrut tenaga kerja. Harusnya angka pengangguran menurun, bukan malah sebaliknya,” tegas Anggota DPRD Kota Lubuklinggau, Hendi Budiono, Rabu (8/11/2017).
Menanggapi hal tersebut Kepala BPS kota Lubuklinggau, Aldianda Maisal mengatakan apa yang disampaikan oleh juru bicara dewan saat rapat paripurna Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir (LKPJ) masa jabatan tahun 2013-2017 hanyalah sebuah kesalahpahaman saja.
Aldianda menyebutkan angka pengangguran di kota Lubuklinggau saat ini hanya 4,0 persen, jumlah itu jauh mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2013 yang mencapai 7,0 persen. Kemudian pada tahun 2014 kembali menurun menjadi 6,8 persen.
“Tahun 2017 angka pengangguran yakni mencapai 4,0 persen. Angka itu jauh sangat menurun sekali bila dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya, lalu tahun 2015 angka pengangguran meningkat tajam menjadi 10 persen. Sementara tahun 2016 kita tidak melakukan pendataan” ungkapnya. Rabu (08/11/2017).
Aldianda menjelaskan tingginya angka pengangguran pada tahun 2015, karena disebabkan faktor pemerintah kota (Pemkot) Lubuklinggau tengah gencar-gencarnya melakukan pembangunan di segala bidang.
Aldianda menilai ketika pembangunan terjadi pengangguran meningkat adalah hal yang sangat wajar dan lumrah terjadi. Bahkan di kota mana pun juga di Indonesia ini ketika proses pembangunan sedang berjalan maka penganggurannya akan semakin tinggi.
“Saat itu Lippo dibangun indomaret, alfamart dan dafam dibangun. Jadi ibaratnya saat itu semua orang berdatangan ke kota Lubuklinggau untuk mencari pekerjaan. Karena di ibaratkan saat itu Linggau manis dan banyak di datangi oleh semut,” ujarnya.
Lanjutnya, di tengah sibuknya pembangunan dan ramainya orang mencari pekerjaan di kota Lubuklinggau. Kebetulan BPS melakukan survei angka pengangguran. Dalam proses pendataan itu BPS tidak mengenal apakah yang di data adalah warga asli Lubuklinggau atau bukan.
“Jadi yang terjaring yang ngangur. Karena yang datang itu adalah orang luar. Karena pendataan BPS adalah orang yang tinggal di kota Lubuklinggau, bukan berdasarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) orang yang di data tersebut,” ucapnya. (dhiae)
