HUT Kota Prabumulih Ke-22, Jaya lah Selalu Kotaku

DAERAH, HEADLINE761 views

Pernah mendengar kutipan berikut, “Kekayaan sebuah bangsa adalah manusianya bukan sumber daya alamnya”? Kutipan bijak yang sering diucapkan Anies Baswedan.

Nampaknya dipahami dengan baik oleh Pemerintah Kota Prabumulih. Kota Prabumulih bisa dikatakan beberapa langkah lebih maju. Apalagi untuk ukuran pemerintahan tingkat Kota, usaha Pemerintah Kota Prabumulih untuk memajukan daerahnya patut diacungi jempol.

Ibarat seorang gadis, Kota Prabumulih adalah perempuan yang sedang belajar bersolek tanpa kehilangan jati diri dan terlihat menor. Kota Prabumulih tahu pasti potensi yang dimiliki, baik kelebihan dan kekurangannya serta tantangan yang mereka hadapi.

Kota Prabumulih selain kota minyak yang menghasilkan ribuan barel minyak bumi dan jutaan meter kubik gas alam setiap tahunnya juga mendapat julukan lainnya adalah kota nanas, karena salah satu hasil pertanian yang terkenal adalah nanas (Ananas Comosus). Nanas Prabumulih terkenal manis dan pemasarannya sampai ke Pulau Jawa.

Dilansir Wikipedia Kota yang telah merdeka secara otonomi dari kabupaten induk Muara Enim sejak tanggal 17 Oktober 2001 atau kurang lebih 22 tahun yang lampau telah begitu menggeliat menjadi Kota yang Maju. Labelisasi positif semacam Prabumulih Kota Dagang, Kota Jasa, Kota Tujuan, Kota Transit, Kota Nanas dan lain sebagainya justru menjadikan Kota Prabumulih Bumi Seinggok Sepemunyian ini sebagai salah satu contoh kota yang telah berhasil menjadi ikon otonomi daerah paska reformasi.

Prabumulih adalah kota di Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Dahulu, Prabumulih berstatus sebagai kota administratif dari kabupaten induk, Muara Enim, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1982. Dengan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2001 Tanggal 21 Juni 2001 tentang Pembentukan Kota Prabumulih, status Prabumulih telah ditingkatkan menjadi Kota.

“Dengan terbentuknya Kota Prabumulih, Kota Administratif Prabumulih dalam wilayah Kabupaten Muara Enim dihapus,” demikian bunyi Pasal 5 UU Nomor 6 Tahun 2001.

UU Nomor 6 Tahun 2001 yang terdiri dari 19 Pasal tersebut ditetapkan dan diundangkan pada tanggal yang sama, yakni 21 Juni 2001. Saat UU Nomor 6 Tahun 2001 ditetapkan, Presiden Indonesia dijabat K.H. Abdurrahman Wahid. UU Nomor 6 Tahun 2001 diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 86. Saat UU tentang Pembentukan Kota Prabumulih diundangkan, Menteri Sekretaris Negara dijabat Djohan Effendi.

Secara geografis kota ini terletak antara 3°20’09,1” – 3°34’24,7” lintang selatan dan 104°07’ 50,4” – 104°19’41,6” bujur timur, dengan luas daerah sebesar 434,46 km². Pada tahun 2021, Kota Prabumulih memiliki penduduk sebanyak 195.748 jiwa, dengan kepadatan sebanyak 451 jiwa/km² dan merupakan kota ketiga terbesar di Sumatera Selatan, setelah Kota Palembang dan Kota Lubuk Linggau.

Banyak orang menduga nama Prabumulih berasal dari kata “Prabu” dan “Mulih” dari bahasa jawa. Terjemahan sederhananya menjadi “Raja Pulang”. Namun seperti dilansir Tribun Sumsel asal usul kota Prabumulih ternyata berbeda jauh dengan apa yang diketahui banyak warga menyebut asal usul maupun pengertian nama kota Prabumulih Raja Pulang dan banyak juga yang menyebut bukit yang tinggi.

Menurut Tokoh adat sekaligus sesepuh Kota Prabumulih Senanjat, Prabumulih sendiri adalah Prabung berarti keberuntungan atau kelebihan dan Uleh berarti mendapat atau dapat. Sehingga asal usul nama Prabumulih adalah mendapat keberuntungan.

“Kalau asal mulanya, dulu zaman puyang Prabumulih yakni puyang Tegeri memiliki anak empat orang masing-masing Ninggun, Dayan, Resek, Jami. Mereka ini meminta izin membangun atau membuka negeri baru,” ungkap Senanjat seperti dilansir dari Tribun Sumsel, Kamis (30/7/2020).

Setelah memilih tempat kemudian keempat anak puyang Tegeri memilih lokasi di titik nol kota Prabumulih yang sekarang berdiri rumah adat kota Prabumulih tepatnya di Jalan Jenderal Sudirman Kelurahan Dusun Prabumulih Kecamatan Prabumulih Barat atau di persimpangan mengarah Baturaja.

“Saat itu masih hutan belantara, kemudian ditebas dan setelah bersih sesuai adat istiadat untuk menentukan apakah tanah itu layak atau tidak maka tanah dilokasi ditebas dimasukkan ke dalam ‘Kulak’ semacam tempat semacam tabung atau dulu sering dipakai untuk menakar beras literan ukuran 5 kilo,” katanya.

Sejarah Kota Prabumulih

Masa sebelum Pemerintahan Belanda, lebih kurang 700 Tahun lalu Puyang Tageri Juriat Puyang Singe Patih Keban Baru Rambang Penegak dan Pendiri Talang Tulang Babat dan berkembang dengan juriat anak Cucung masing-masing mendirikan talang-talang cikal bakal dari Dusun Pehabung Uleh, Tanjung Raman, Sukaraja, Karang Raja, Muara Dua dan Dusun Gunung Kemala.

Pada masa kurang lebih 250 tahun yang lalu Dusun Pehabung Uleh masih bernama Lubuk Bernai yang dipimpin seorang Kerio bernama Keri Budin dan Kepala Menyan adalah Puyang Dayan Duriat Puyang Tegeri dibantu Minggun, Resek, Jamik, menemukan tempat tanah yang meninggi (Mehabung uleh) kemudian ditetapkan oleh mereka berempat (Dayan, Resek, Minggun, dan Jamik) untuk mendirikan kampong dengan diiringi keturunan masing-masing menghadap tanah yang Menghabung Uleh (Meninggi / Bertambah) dengan nama Kebur Bunggin, Anggun Dilaman, Kumpai Ulu dan Karang Lintang.

Dengan kesepakatan mereka dusun ini dengan empat kampung disebut Pehabung Uleh berpegang pada aturan adat Simbur Cahaya.

Pehabung Uleh berubah menjadi Peraboeng ngoeleh dan pada pendudukan jepang berubah lagi menjadi Peraboeh Moelih dengan ejaan sekarang menjadi Prabumulih termasuk didalam wilayah Marga Rambang Kapak Tengah dengan Pusat Pemerintahannya berkedudukan di Tanjung Rambang yang tergabung dalam wilayah Pemerintahan Onder Afdeeling Ogan Ulu dengan status Pemerintahan Marga meliputi Marga Lubai Suku I, Marga Lubai Suku II dan Marga Rambang Kapak Tengah yang dipimpin oleh Pasirah.

Arti Lambang Kota Prabumulih

7 buah kasau, melambangkan Kesatuan Umat Adat dan Belido; Timbangan di bawah payung, melambangkan keseimbangan antara pembangunan fisik dan moral.

Lalu 6 lekukan atap payung, melambangkan nomor UU pembentukan Kota Prabumulih (UU No. 6 Tahun 2001). Motto “PRABUMULIH JAYA”, menandakan semangat masyarakat Kota Prabumulih untuk mencapai adil, makmur, sejahtera dan bersatu.

Dimana ada 21 lembar daun nanas dibagian atas buah nanas dan 6 lembar daun nanas di bagian bawah, diapit oleh 17 butir padi dan 10 buah kapas, serta angka 2001 dalam ikatan pita, melambangkan bahwa UU pembentukan Kota Prabumulih Nomor 6 Tahun 2001 bulan juni (6), dan diresmikan pada tanggal 17 bulan oktober Tahun 2001;

4 pilar yang mengapit Sake Payung Pusaka Adat Prabumulih yang disakralkan, menandakan jumlah Kecamatan di Kota Prabumulih.

“SEINGGOK SEPEMUNYIAN” berwarna putih, menandakan ke Bhineka Tunggalikaan masyarakat Kota Prabumulih.

Lambang berbentuk jantung berwarna hijau, menandakan kesuburan dan Kota Prabumulih adalah jantung Propinsi Sumatra Selatan yang terletak di pertigaan jalan raya dan jalur lintas kereta api yang menghubungkan Palembang-Lampung.

Dibawah pilar penyanggah terdapat 2 aliran sungai yang berwarna biru, melambangkan Kota Prabumulih dialiri oleh 2 sungai, yaitu Sungai Rambang dan Sungai Kelekar, dibawah 2 aliran sungai tersebut terdapat 1 aliran sungai berwarna coklat, melambangkan Kota Prabumulih kaya akan minyak dan gas bumi.

Periodesasi kepemimpinan Walikota Prabumulih Dr Drs H Rachman Djalili MM (alm) dan Ir H Ridho Yahya MM yang bersuku-suku dan bermacam adat istiadat justru menjadi keunggulan tersendiri baik pada saat pemilihan kepemimpinan Prabumulih masih dilakukan oleh DPRD Kota Prabumulih maupun di era pemilihan langsung yang telah terjadi selama dua periode terakhir.

Model dan gaya serta giat kepemimpinan itu tentu saja sangat terkait dengan visi dan misi Walikota –Wakil Walikota terpilih yang tertuang didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di Periode yang bersangkutan. Dalam dua periode terakhir, Visi Prabumulih PRIMA (Prestasi, Religius, Inovatif, Mandiri dan Aman) menjadi andalan dalam membangun Prabumulih secara berkelanjutan (sustainability). RPJMD tersebut tentu saja harus selaras dengan RPJM Provinsi Sumatera Selatan dan RPJM Nasional.

Dari data yang didapat dari Pemerintah Kota Prabumulih, data makro yang di-release pada tahun 2016 oleh BPS Kota Prabumulih menunjukkan bahwa geliat pembangunan Kota Prabumulih memperlihatkan pertumbuhan yang postif ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan Indek Pembangunan Manusia (IPM) yaitu 72,20% pada tahun 2014 menjadi 73,19% pada tahun 2015. Dari tahun ketahun juga bisa dilihat bahwa semakin menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) perkotaan, yaitu sebesar 6,90% pada tahun 2014 menjadi 6,26% pada tahun 2015, dengan TPAK sebesar 70,71% pada tahun 2015 atau meningkat dari tahun sebelumnya (2014) sebesar 68,20%.

Pemerintah Kota Prabumulih juga tetap dapat menjaga pertumbuhan ekonomi agar tetap tumbuh positif dari tahun ke tahun (YoY) yaitu sebesar 6,55% pada tahun 2014, dan 4,34 % pada tahun 2015. Serta angka PDRB yang semakin meningkat yaitu sebesar Rp 4.436.104,66 pada tahun 2014 menjadi sebesar Rp. 4.984.101,05 pada tahun 2015. Hal ini tentu memperlihatkan bahwa Pemerintah Kota Prabumulih di era otonomi ini telah mampu membawa Kota Prabumulih lebih maju, berbeda dan terdepan, terutama disisi pembangunan infrastruktur dan ekonomi, sosial, spiritualitas, budaya dan kesehatan, serta ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pendekatan yang multi inovatif.

Namun demikian ditengah prestasi-prestasi yang diukir oleh pemerintah dan masyarakat Kota Prabumulih, permasalahan nasional, regional dan global yang terjadi akhir-akhir ini, seperti menurunnya (tidak menentunya) harga komoditas unggulan seperti karet dan sawit yang menjadi primadona di masyarakat dirasa sangat berpengaruh dengan daya beli masyarakat yang ditandai dengan angka Garis Kemiskinan (GK) Kota Prabumulih tertinggi di Sumatera Selatan. GK Kota Prabumulih sebesar Rp 441.420,00.

Artinya, biaya hidup di Kota Prabumulih pun dirasakan juga lebih mahal dari daerah lain di Sumatera Selatan. Hal ini tentu cukup memaksa Pemerintah Kota Prabumulih berfikir beribu akal dengan cara meningkatkan pendapatan masyarakat dan menggenjot belanja pemerintah. Upaya tersebut telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Prabumulih selama tiga tahun terakhir dengan fokus utamanya adalah meningkatkan pendapatan keluarga terutama keluarga yang berada di garis dan dibawah garis kemiskinan.

Disisi lain, faktual terjadi bahwa semakin hari Belanja Pemerintah (government spending) semakin menurun dari tahun ke tahun terutama sejak tahun 2015 silam. Dana Bagi Hasil (DBH) migas yang selama ini menjadi idola dalam APBD Kota Prabumulih semakin hari juga semakin kecil. Hutang pemerintah terhadap rekanan (pihak ketiga) semakin membengkak dan harus segera dilunasi karena proses pelelangan proyek, kontrak kerja atau bahkan pelaksanaan pembangunan pekerjaan telah dilaksanakan sementara berita pemotongan (pemangkasan) DBH migas malah hadir di tengah tahun anggaran berjalan.

Ketidakpastian terhadap anggaran dan bergantungnya daerah terhadap dana bagi hasil migas ditahun-tahun sebelumnya tentu tidak akan mungkin bisa membuat Kota Prabumulih menjadi lebih maju kedepan, terutama bila pemerintah bersama legislatif dan masyarakatnya tidak bahu-membahu (bergotong royong) dan urun rembuk mencari cara agar “krisis pembiayaan pembangunan” ini tidak menjadikan Kota Prabumulih stagnasi dalam membangun. Solusi tentu harus dicari dan solusi tersebut harus menjadi obat perekat kuat dalam instrumentasi pergerakan pembangunan.

Gencar dan membahananya pembangunan nasional yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dengan nawacitanya terutama dalam hal pembangunan semua infrastruktur tentu tidak boleh terlewat dari Kota Prabumulih. Dan, betul saja Kota Prabumulih dalam periode ini telah berhasil menjadi kota percontohan gas nasional dengan tidak kurang dari 93% masyarakat kotanya pada tahun 2017 ini telah menikmati gas rumah tangga dan insya allah tahun depan akan menjadi 100%.

Rumah susun sewa (RUSUNAWA) lima lantai dengan kapasitas tidak kurang dari 120 KK juga telah dibangun melalui dana APBN Kementerian PU & PR di Islamic Center. Dan, tidak kurang dari 1.707 Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) juga telah dibedah selama tiga tahun terakhir ini sejak 2014 melalui program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kementerian PU dan PR. Kota Prabumulih pun bisa dipastikan akan bebas dari Rumah Tidak Layak Huni milik sendiri ditahun depan (2018).

Hal itu tentu belum dirasa cukup bila melihat keinginan (cita-cita) dan kebutuhan (faktual) akan pembiayaan infrastuktur terutama infrastuktur dasar bagi Masyarakat Prabumulih seperti kebutuhan akan pelayanan kesehatan berkualitas, kebutuhan air bersih (air minum) yang semakin sangat sulit didapat, listrik yang masih sering byar-pet, dan infrastruktur-infrastruktur lainnya.

Presiden Joko Widodo pada tanggal 20 Maret 2015, disaat menjelang pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) migas mengeluarkan sebuah Peraturan Presiden nomor 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Menteri PPN/Kepala Bappenas menindaklanjuti Perpres 38/2015 tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas nomor 4 tahun 2015, tanggal 29 Mei 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Selanjutnya, pada tanggal 25 Agustus 2015 terkait dengan proses pengadaan infrastruktur melalui mekanisme KPBU, Kepala LKPP telah mengeluarkan Peraturan Kepala (Perka) LKPP Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Serta, Menteri Keuangan RI telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 190/PMK.08/2015, tanggal 6 Oktober 2015 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Aspek legalitas KPBU sudah bisa menjadi payung penyejuk di belantara minimnya uang yang bisa menjadi alat agar pemerintah bisa berbelanja dan menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Hal ini tentu saja merupakan sebuah peluang sekaligus tantangan terutama bagi Pemerintah Kota Prabumulih terkhusus bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang spefisifikasinya mengurusi infrastruktur. Menurut Perpres 38/2015 tersebut ada dua infrastruktur yang dapat dikerjasamakan yaitu infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial. Serta, tidak kurang terdapat sebanyak 19 jenis cakupan infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha.

Ditahap awal infrastruktur yang dapat di-KPBU-kan di Kota Prabumulih meliputi infrastuktur yang sangat terkait dengan kebutuhan dasar manusia yaitu (1) Infrastruktur kesehatan (misalkan pelayanan spesialistik di Graha Speialis); (2) Infrastruktur air bersih/minum (PDAM); dan (3) Infrastruktur listrik (PLTMG dan PJU).

Pada akhirnya, ditengah krisis ABPD yang membelit daerah terutama Kota Prabumulih seperti sekarang ini tentu KPBU merupakan salah satu pilihan solusi dalam percepatan dan pemerataan pembangunan. Uang yang beredar dan berputar karena hadirnya KBPU juga bisa menjadi penyelamat hidup rakyat. Solusi KBPU mungkin merupakan salah satu solusi yang sangat berisiko dan sangat bijak untuk dipilih oleh Pemerintah Kota Prabumulih dalam pembangunan dan penyediaan infrastruktur, karena infrastruktur tersebut merupakan hak dasar masyarakat guna meningkatkan pergerakan ekonomi rakyat yang berujung pada kesejahteraan rakyat. HUT Ke-22 Tahun, Jaya lah selalu Kota Prabumulih. (*)

News Feed