Budaya “Ningkuk” adalah sebuah tradisi bermain selendang dengan iringan irama music yang dilakukan oleh para bujang dan gadis di Musi Banyuasin dan Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).
Tradisi ini biasanya dilakukan saat warga akan melangsungkan pernikahan.
Ningkuk ini menjadi salah satu cara pertemuan bujang dengan gadis yang merupakan teman kedua calon mempelai. Nantinya bujang dan gadis ini akan ditempatkan pada satu lokasi secara berhadap-hadapan.
Kemudian, mereka akan saling berpantun sembari menjalankan selendang dari satu orang ke orang lainnya sembari diiringi musik. Ketika lantunan musik berhenti, maka selendang yang diedarkan tersebut juga berhenti, dan bagi yang memegang selendang saat musik berhenti itu maka akan mendapatkan semacam hukuman. Sepeti; menari berpasangan, merayu lawan jenis, berpantun, dan lain sebagainya.
Tradisi ningkuk ini di era tahun 1980-1990 an masih digemari para bujang gadis. Biasanya tradisi ini dilaksanakan satu hari sebelum acara pernikahan. Tradisi ini cenderung terdapat di sejumlah daerah di Sumsel, dengan nama yang berbeda. Akan tetapi, lebih dikenal di daerah Musi Banyuasin dan OKU.
Bertemu pandang dan saling jatuh cinta saat tradisi Ningkuk, bisa terus berlanjut, jika merasa saling cocok kemudian menjalin asmara.
Ningkuk kini memang sudah jarang dijumpai. Padahal ini merupakan tradisi yang bias diwariskan kepada generasi muda untuk tetap melestarikannya.
Tradisi Ningkuk ini banyak nilai positif yang bisa dipetik. Seperti unsur bersosialisasi, bertanggung jawab, kecekatan, dan tentu saja sebagai fungsi rekreasi dan dengan melestarikan budaya.
Dengan budaya dan adat istiadat ini tentunya memberikan edukasi yang positif kepada generasi muda yang lain dan ajang mendapatkan jodoh dan kenalan baru bagi muda mudi atau bujang gadis. (*)