MUARA ENIM, MS – Puluhan hektar lahan dalam kawasan hutan lindung daerah perbatasan wilayah Kabupaten Lahat dan Kabupaten Muara Enim antara Desa Tunggul Bute dan Desa Pengentaan, sejak tahun 2013 hingga saat ini rawan dirambah petani lokal sehingga mengakibatkan ratusan hektar sawah dibawahnya terancam kekeringan.
Kepala Desa Tunggul Bute Kabupaten Lahat, Jutawan saat ditemui di kediamannya mengatakan, lokasi perambahan hutan yang dilakukan sejumlah warga local dapat dipastikan memasuki kawasan hutan lindung karena telah melewati patok perbatasan yang telah ditetapkan, akibatnya ratusan hektar sawah di hilir lokasi perambahan hutan kekurangan sumber air.
“Sejak zaman dahulu, kawasan hutan lindung di atas ratusan hektar sawah milik warga telah menjadi daerah resapan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman padi saat musim tanam dimulai hingga musim panen selesai, namun sejak puluhan hektar kawasan hutan lindung dirambah daerah resapan air menjadi sangat berkurang,” katanya, kemarin.
Jutawan menceritakan, sebagai daerah resapan air, sebelum dirambah petani local di daerah kawasan hutan lindung tersebut terdapat sumber mata air yang mengaliri sungai kecil menuju tiga poros parit untuk mengairi ratusan hektar sawah penduduk di lembah bukit barisan, namun sejak terjadinya perambahan hutan mata air menjadi sangat berkurang.
“Mata air yang sejak lama menjadi andalan untuk mencukupi kebutuhan air lahan pertanian kini tidak lagi mencukupi bahkan ratusan hektar lahan persawahan yang selama ini bergantung dengan sungai kecil di kawasan hutan lindung harus mencari sumber mata air alternative untuk mengairi sawah,” ceritanya.
Ditambahkan Jutawan, sejak perambahan hutan lindung dilakukan petani local tahun 2013 lalu, dirinya tidak pernah memberikan izin pembukaan lahan ataupun dimintai izin oleh petani untuk membuka lahan perkebunan di kawasan hutan lindung, oleh karena itu peranan aparat dan kedua Pemerintah Kabupaten dibutuhkan untuk mencegah perambahan hutan.
“Akhir Agustus lalu perwakilan dari Dinas Kehutanan yang difasilitasi PT Supreme telah datang melakukan sosialisasi Pembakaran Hutan dan Lahan (Karhutlah), saat itu pemilik sawah di kaki bukit barisan menyampaikan keluhannya terkait maraknya perambahan lahan di kawasan hutan lindung yang mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air,” tambahnya.
Jutawan menyesalkan, pasca kegiatan sosialisasi Karhutlah petugas dari Dinas Kehutanan menanggapi keluhan masyarakat hanya dengan himbauan agar petani local tidak lagi melakukan perambahan hutan, himbauan yang diberikan tidak diiringi dengan tindakan pencegahan ataupun penindakan terhadap petani local pelaku perambah hutan lindung.
“Jika himbauan yang disampaikan kepada masyarakat tidak diiringi dengan tindakan pencegahan berupa pemanggilan petani lokal perambah hutan oleh aparat penegak hukum untuk diberikan penjelasan tentang bahayanya perambahan hutan lindung maka diyakini perambahan hutan akan semakin marak dan sulit diatasi,” sesalnya. (nov)