LUBUKLINGGAU, MS – Penerapan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Lingkungan, termasuk didalamnya diatur retribusi dalam pemanfaatan air tanah, dinilai tak begitu digubris oleh para pelaku usaha di Kota Lubuklinggau.
Bahkan sayangnya, dua instansi dibawah naungan Pemerintah pun, seperti Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Sobirin dan RS Siti Aisyah (RSSA), juga diketahui tak memiliki izin terkait pemanfaatan air tanah yang telah diatur dalam Perda tersebut.
Ketua Pansus II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Lubuklinggau, Merismon usai menggelar inspeksi mendadak (Sidak) di empat lokasi tersebut menjelaskan, pengecekan yang dilakukan pihaknya dalam rangka pengayaan materi Perda tentang pengelolaan lingkungan.
“Jadi memang ada beberapa point yang harus disikapi dengan turun ke lapangan, salah satunya pemanfaatan air tanah bagi pelaku usaha. Kita ingin tahu juga terkait perizinannya. Dan setelah dicek, seperti di RSSA, RS dr Sobirin, Lippo Plaza dan termasuk Hotel Smart, tenyata belum ada yang memiliki izin dan beralasan sedang diurus,” ungkapnya, Jumat (16/9).
Padahal, menurut Politisi asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, pemanfaatan air tanah harus dipantau dan dikendalikan, karena banyak berdampak pada lingkungan. “Seperti salah satunya penurunan muka tanah, jadi kalau tidak diawasi bisa merugikan masyarakat juga,” kata dia.
Tak hanya pemanfaatan air tanah, sejumlah anggota DPRD pun, diakuinya menyoroti sejumlah kejanggalan dalam hal Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang dianggap belum memenuhi prosedur yang ditentukan.
“Misalnya di Lippo Plaza, untuk jarak bangunan dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) memang telah standar, tetapi pembuangan sampahnya malah di jurang didekat sungai. Tentu hal ini, dikhawatirkan dapat mencemari sungai jika suatu saat ada limbah-limbah berbahaya yang terbawa aliran sungai. Kemudian, di RSSA dan RSUD dr Sobirin yang masih menggunakan cerobong asap dalam membakar limbah, padahal saat ini kan sudah ada alat yang lebih canggih. Terlebih, tinggi cerobong asap di RSUD dr Sobirin ternyata juga tidak memadai, karena harusnya lebih tinggi dari bangunan di sekitar,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Lubuklinggau, Herdawan mengaku, memang cerobong asap, khususnya di RS dr Sobirin tidak standar, karena kurang tinggi dibandingkan bangunan lain di sekitarnya.
“Sebenarnya untuk cerobong asap memang belum standar. Mestinya harus dua kali lebih tinggi. Kita terus ingatkan kepada mereka dan yang jelas, proses pengolahan limbahnya akan terus kita pantau. Mereka pun, juga harus terus melaporkan ke BLH,” ungkapnya. (sen)