oleh

Ketika BPJS Kesehatan Menjadi Penolong Sang Buah Hatiku

bpjs-1aKEHADIRAN sang buah hati merupakan momen berharga yang dinantikan setiap pasangan. Betapa bahagia memiliki sang buah hati. Pasti banyak sekali persiapan yang dibutuhkan. Mulai dari biaya kelahiran, biaya obat-obatan, hingga keperluan sang buah hati ketika sudah lahir. Tentu semua kebutuhan tersebut masuk dalam dana untuk melahirkan.

Sejatinya, dana untuk memiliki buah hati ini perlu dipersiapkan beberapa bulan sebelum kelahiran. Sebaiknya ketika seseorang sudah menikah pun, sudah harus memikirkan hal ini terlebih jika ingin langsung memiliki buah hati. Banyak pasangan suami istri yang masih kebingungan mengatur dana untuk melahirkan. Harus mulai dari mana dan berapa kisaran biaya yang perlu dipersiapkan.

Hal itu juga dirasakan pasangan Kurniawan (35) dan Nurleti (34) warga Jalan Ariodillah, Palembang. Dan pasangan Musnadi (36) dan Anita (35) warga Jalan Dwikora, Palembang. Saat istri mereka dinyatakan positif hamil, betapa bahagia yang terpancar dari muka sang suami ini. Persiapan dana untuk melahirkan, selama masa kehamilan, pemeriksaan rutin untuk mengetahui kondisi si jabang bayi. Umumnya biaya pemeriksaan itu mencakup biaya dokter, cek USG, vitamin serta obat-obatan.

Betapa banyak biaya akan dikeluarkan, belum lagi biaya keperluan untuk dua anaknya lagi.
Beruntung pasangan suami istri ini menjadi peserta anggota Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Nurleti menuturkan, sangat bahagia sekali bisa hamil kembali. “Alhamdulillah saya hamil lagi anak ketiga. Setiap ibu pasti bahagia kalau mendengar hamil,” ungkap ibu yang memiliki dua anak ini.

Namun, kebahagian itu sedikit pudar dikala memikirkan pengeluaran selama masa kehamilan. “Rata-rata biaya sekali check-up berkisar Rp200 ribu-Rp700 ribu. Tergantung kebijakan dokter atau rumah sakit,” jelas Nurleti yang masih tinggal rumah kontrakan ini.

Beruntung, dikatakan Nurleti, sang suami seorang pegawai negeri sipil (PNS) diwilayah kerja Provinsi Sumatera Selatan. “Beruntung suami saya memiliki kartu BPJS Kesehatan. Jadi saya tidak pusing kalau mau berobat atau melahirkan,” imbuh Nurleti yang sebagai ibu rumah tangga saja.

Ketidak tenangan akan melahirkan kembali tersirat lagi diraut wajah dirinya. Dimana, ada temannya yang bilang melahirkan anak ketiga tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. “Saya sempat cemas dan bingung, karena anak proses melahirkan anak ketiga tidak ditanggung BPJS Kesehatan. Memang saya juga tahu kalau dulu, tanggungan melahirkan kartu asuransi kesehatan (Askes) hanya batas anak kedua saja. Tau sendiri dari proses sampai melahirkan sang bayi biaya yang diperlukan cukup besar. Hidup kami ini pas-pasan,” kata Nurleti.

Perihal itu langsung di cross check pasangan Kurniawan dan Nurleti ini ke dokter kandungan. Dirinya langsung menanyakan kebenaran akan hal tersebut kepada dokter kandungan. “Saya langsung tanya ke dokter tempat saya periksa kandungan. Dokter bilang itu tidak benar. Anak ketiga masih ditanggung BPJS Kesehatan. Asal diurus dan didaftarkan anaknya ke kantor BPJS kesehatan terdekat,” beber Nurleti yang senyum sumringah ketika mendengar kabar baik dari dokter tersebut.

Lantas, ia menyuruh suaminya untuk mengurus segala sesuatu untuk melahirkan anaknya ke BPJS Kesehatan. “Ya, anak yang akan dilahirkan terlebih dahulu didaftarkan ke BPJS Kesehatan apabila mau proses kelahirannya ditanggung BPJS kesehatan,” ungkapnya.

Memasuki usia kandungan ketujuh bulan pasangan suami istri ini mempersiapkan untuk memilih rumah sakit untuk tempat melahirkan anak ketiganya. Memang saat ini, dikatakan dia, rumah sakit (RS) yang melayani BPJS Kesehatan untuk melahirkan banyak sekali. Seperti RS Hermina, RS Bunda, RS Khodijah, RSUD BARI, RSMH, RS Pertamina, RS Pusri, RS Myria, RS Bhayangkara, RS Siloam dan RS Charitas.

“Saya dan suami sudah sepakat lebih memilih RS Hermina yang terletak di daerah Basuki Rahmat, Palembang. Karena kualitasnya yang sudah terkenal mumpuni. Dan berada dekat rumah saya juga. Sekitar 25 menit sudah sampai ke rumah sakit,” jelas Nurleti.

Menunggu proses melahirkan sang buah buah hati sangat dinanti. Namun, rasa ke khawatiran juga dirasakan Nurleti. Ia mengakui, dirinya tidak bisa melahirkan sang buah hati secara normal.

“Bukannya saya tidak mau melahirkan secara normal, tapi bayi yang dikandung susah untuk dikeluarkan. Ya, pinggul saya ini sempit, susah untuk melahirkan secara normal. Jadi terpaksa operasi secara caesar,” jelas Nurleti sambil mengatakan dua anak yang lain dilahirkan secara caesar juga.

Nurleti menjelaskan, selama proses melahirkan dirinya mendapatkan pelayanan yang baik dari pihak rumah sakit. “Alhamdulillah anak laki-laki yang saya lahirkan dengan sehat dan selamat. Selama saya dirumah sakit ditangan dokter yang berpengalaman dan suster rumah sakit yang ramah-ramah,” kenang Nurleti.

Ia sangat berterimakasih adanya kartu BPJS Kesehatan program JKN. “Kalau tidak ada BPJS Kesehatan, saya dan suami bakal kesulitan untuk membayar biaya sebelum dan sesudah melahirkan. Ya, karena biaya operasi caesar itu menelan biaya puluhan juta rupiah. Mana saya mampu membayar sebesar itu,” ungkapnya.

Untuk itu, ia mengajak agar masyarakat untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. “Mari semua masyarakat khususnya ibu yang hamil untuk mendaftar ke BPJS. Supaya selama hamil dan mau melahirkan tidak menjadi pikiran lagi. Semua ditanggung oleh BPJS Kesehatan,” ujar Nurleti.

Dengan demikian, program kita dapat mendukung program pemerintah agar selalu hidup sehat. “Sekarang ini Jokowi (presiden, red) menggalakkan program Kartu Indonesia Sehat (KIS). Jadi negara akan menanggung kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu,” tegasnya.

Senada yang dirasakan pasangan Musnadi (36) dan Anita (36). Menurut Anita, betapa bahagia saat dirinya dinyatakan positif hamil oleh dokter kandungan. “Waktu itu saya hamil anak keempat,” ujar Anita.

Rasa senang bercampur gusar menyelimuti perasaan pasangan Musnadi dan Anita ini. Betapa tidak, dengan kondisi keuangan yang krisis harus mengeluarkan pengeluaran yang besar. “Tahu sendiri lah kalau hamil itu. Dari periksa sampai proses melahirkan membutuhkan uang yang cukup besar,” pungkas Anita yang mengatakan suaminya bekerja sebagai PNS  dengan golongan II.

Saat itu, dikatakan dia, untuk mengeluarkan uang periksa kandungan ke dokter saja sangat lah sulit. “Sekali periksa bisa menelan biaya Rp200 ribu. Belum lagi obat vitamin yang harus ditebus,” ungkap Anita yang memiliki dua anak laki-laki dan satu perempuan ini.

Namun, dirinya bisa bernafas lega dikarenakan kartu BPJS Kesehatan yang dimiliki suaminya bisa menanggung anak keempat. “Jadi selama periksa kandungan sang buah hati, saya tidak membayar sepeser pun,” tutur Anita yang bekerja di perusahaan swasta ini.

Dikatakan Anita, sebelum menemui dokter kandungan dirinya terlebih dahulu minta rujukan ke dokter keluarga. “Kalau tidak ada rujukan dari dokter keluarga, tidak bisa langsung berobat ke dokter kandungan,” imbuh Anita sambil mengatakan hasil rontgen dokter anaknya berjenis kelamin laki-laki.

Perasaan senang dan gembira itu sangat terasa sekali pada pasangan suami istri ini. Apalagi Musnadi sebagai sang suami, sangat memperhatikan sekali istrinya dikala mengandung anaknya. “Setiap kali saya minta dibelikan makanan, selalu dipenuhi suami saya. Ya, istilahnya ngidam lah,” ujar Anita sambil tersenyum.

Memasuki proses kehamilan ketujuh bulan, pasangan suami istri ini sudah mulai mempersiapkan kelahiran sang buah hati. Mulai dari pakaian, selimut, tempat mandi, dan tempat tidur bayi sudah mulai dibeli satu persatu. “Ya, saya beli secara mencicil. Kalau dibeli sekaligus uangnya tidak cukup,” ungkapnya.

Menurut Anita, pada proses hamil kedelapan bulan, suaminya sudah mendaftarkan calon sang bayi ke BPJS Kesehatan. “Sebelum proses melahirkan, calon sang bayi didaftarkan terlebih dahulu ke BPJS Kesehatan terdekat,” ujar Anita.

Memang diakui Anita, dirinya selama melahirkan selalu operasi caesar. “Cuma anak yang kedua tidak caesar. Tapi itu pun saya harus diet makan. Jadinya waktu itu saya kena sakit maag karena tidak makan. Bukannya saya tidak mau melahirkan secara normal,” kata Anita.

Sebelum melahirkan, pasangan suami istri ini juga telah merencanakan akan melahirkan anaknya dirumah sakit yang disukai. “Aku lebih memilih RS Bunda, selain dekat rumah dan pelayanan bagus. Memang sih, semua pelayanan rumah sakit itu sekarang ini bagus,” ungkapnya.

Ketika sudah terasa sakit seperti mau melahirkan, sang suami langsung mengajak istrinya ke rumah sakit Bunda. “Alhamdulillah saat ditangani dokter, saya melahirkan dengan selamat dan bayi saya sehat. Tapi, saya melahirkan dengan cara operasi caesar,” kenang Anita sambil meneteskan air mata merasa terharu sudah melahirkan anaknya itu.

Untuk itu, ia mengucapkan terimakasih kepada BPJS Kesehatan yang telah banyak membantu pada proses sebelum dan sesudah melahirkan. “Saya sangat terbantu sekali dengan adanya kartu BPJS Kesehatan. Kalau tidak ada BPJS mungkin saya banyak utang. Ya, karena mau membayar biaya operasi caesar itu,” ujar Anita.
Ia mengajak pun masyarakat untuk bisa mendaftar ke BPJS Kesehatan untuk menjadi peserta kesehatan. “Ya, siapa yang mau sakit. Tapi kan dengan kita menjadi peserta maka kecemasan akan tidak sanggup membayar biaya pengobatan tidak lagi dirasakan,” ungkapnya.

Dr Peby Maulina Lestari, SpOG, spesialis kebidanan dan kandungan menuturkan, bagi ibu yang sedang hamil tidak perlu khawatir bila mau melahirkan. “Ya, kalau orangtuanya peserta BPJS Kesehatan, mau melahirkan anak keberapa saja ditanggung BPJS. Asalkan sebelum melahirkan, anak yang dikandung segera didaftarkan ke BPJS Kesehatan terdekat. Tapi terlebih dahulu mendatangi dokter keluarga yang bersangkutan untuk minta rujukan,” jelas Peby yang buka praktik di Apotik Parisya Jalan Angkatan 66, Palembang.

Ia juga mengaku bahwa dirinya juga dokter yang melayani BPJS kesehatan. “Karena saya praktek di RS Hermina yang melayani BPJS kesehatan, jadi saya di RS Hermina melayani peserta BPJS Kesehatan,” ujar Peby.

Fasilitas mewah yang selama ini kerap digunakan oleh anggota DPRD, tampaknya satu persatu mulai dilucuti. Setelah pemangkasan uang dinas luar (DL), kini para anggota dewan tersebut diharuskan menggunakan fasilitas kesehatan yang sama dengan rakyat kebanyakan, yakni lewat fasilitas oleh BPJS.

Sementara anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Dr Drs H Rachman Djalili MM menuturkan, saat ini program kesehatan yang dibuat oleh pemerintah sangat membantu sekali masyarakat yang kurang mampu. Seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Jaminan Kesehatan Nasional.

“Saat ini kartu kesehatan untuk masyarakat di Indonesia sangat membantu sekali khususnya masyarakat kurang mampu,” pungkas Rachman mantan Walikota Prabumulih dua periode ini.

Menurut dia, masyarakat sangat antusias sekali mempergunakan BPJS Kesehatan program JKN dan KIS. “Lihat saja di puskesmas dan rumah sakit, banyak sekali masyarakat yang berobat mempergunakan BPJS kesehatan,” tutur Rachman dari Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) ini.

Anggota Komisi I DPRD Sumsel ini juga meminta seluruh perusahaan di Sumsel masuk menjadi anggota BPJS kesehatan. “Kalau perusahaan tidak memasukkan karyawannya di BPJS itu pelanggaran hukum,  dengan memberikan jaminan itu hak karyawan bukan hanya gaji, tapi untuk keselamatan dan kesehatan mereka harus dijamin disesuaikan dengan tingkat kemampuan perusahaan membayar ke BPJS,” ungkap Rachman.

DPRD Sumsel juga akan memanggil perusahaan yang melalaikan kewajibannya untuk memasukkan karyawannya ke BPJS khususnya BPJS Kesehatan, maka DPRD Sumsel akan memanggil perusahaan tersebut untuk meminta penjelasan. “Kita mendorong perusahaan menjamin keselamatan dan kesehatan karyawannya,” kata Rachman.

Menurut Rachman aturan dibuat ada saksinya, jika perusahaan tidak masuk BPJS maka akan dikenakan sanksi hingga pencabutkan izin usahanya.

“Yang jelas dewan ini adalah perwakilan, tempat orang mengadu, kita sampaikan aspirasi masyarakat dan kita mendorong secara politik, untuk mendorong perusahaan masuk BPJS,” kata Rachman yang terpilih dari daerah pemilihan (Dapil) Kota Prabumulih, Muaraenim, dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).

Memang diakui Rachman, pelayanan dari BPJS Kesehatan masih perlu harus ditingkatkan. “Memang ada keluhan masyarakat dapil saya masalah pelayanan BPJS Kesehatan waktu reses beberapa waktu lalu. Ya, masyarakat mengatakan jika pelayanan BPJS Kesehatan masih kurang dirasakan. Terlihat pelayan ini masih menggunakan obat di bawah standar, dokter yang memeriksa hanya sekadarnya saja. Ini kan masyarakat yang dirugikan,” pungkasnya.

Dikatakan Rachman, pelayanan BPJS Kesehatan yang saat ini hampir semua masyarakat mengikuti program ini masih terkendala birokrasi yang sering dipersulit saat para peserta ingin berobat. “Pernah saya kunjungan untuk pelayanan BPJS saja tidak ada petugasnya. Bagaimana dengan pelayanan lainnya,” ujar suami dari Hj Herawaty.

Untuk itu, ia mengharapkan agar BPJS Kesehatan untuk dapat meningkatkan pelayanan. “Masyarakat itu harus dilayanan dengan baik. Layani lah masyarakat dengan sebaik mungkin,” pinta Rachman pemilik Akademi Kebidanan (Akbid) Rangga Husada Prabumulih ini.

Senada Ketua DPRD Kota Prabumulih, Ahmad Palo SE mengatakan, sesuai aturan pemerintah, para anggota DPRD tersebut harus bergabung dengan BPJS Kesehatan.

“Untuk itu sekarang anggota dewan harus gunakan BPJS, dan telah kita siapkan yang kelas 1. Dan bila anggota dewan yang bersangkutan, ingin fasilitas kesehatan yang lebih harus menggunakan uang sendiri, bukan uang negara dengan cuma-cuma,” ungkap Politisi PPP ini.

Palo menjelaskan, aturan tersebut berdasarkan Permendagri nomor 37 tahun 2014. Jatah pelayanan kesehatan kelas 1 bagi anggota dewan ditentukan oleh BPJS, sedangkan anggarannya sudah dianggarkan di APBD induk tahun 2015. “Sehingga tak ada lagi para anggota dewan yang menggunakan fasilitas melalui pihak ketiga,” ujarnya.

Anggota DPRD Prabumulih ini meminta kepada pihak Rumah Sakit (RS) tidak membedakan pelayanan terhadap pasien BPJS Kesehatan dan pasien umum. Palo menginginkan pihak RS merubah mindset atau pemikiran dalam penanganan pasien baik dari pasien BPJS maupun pasien umum.

“Yang penting itu pihak rumah sakit merubah mindset dulu. Jangan bedakan pelayanannya. Selama ini pihaknya kerap menerima banyak keluhan dari masyarakat terkait pelayanan BPJS Kesehatan,” kata Ahmad Palo.

Kepala BPJS Kesehatan cabang Prabumulih, Yuliasman SFarm Apt AAAK mengatakan, Indonesia mempunyai ciri khas dengan sifat gotong royongnya. “Dengan gotong royong permasalahan bisa dapat terselesaikan,” ujarnya.
Ia mencontohkan, masyarakat yang mendaftar BPJS Kesehatan dengan uang Rp25.500 saja bisa melakukan operasi jantung. “Inikan namanya saling membantu antara masyarakat dengan pemerintah. Semuanya dapat tertolong,” ungkap Yuliasman.

Saat ini, dikatakan dia, masyarakat lebih mengenal BPJS Kesehatan saja. Padahal, BPJS Kesehatan itu hanya penyelenggara. Sedangkan programnya adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). “Selama ini dikenal di media massa, rumah sakit dan puskemas yang tahunya BPJS Kesehatan. Padahal BPJS itu cuma penyelenggara, programnya itu JKN KIS. Sama saja seperti program Keluarga Berencana (KB) yang menyelenggarakannya itu Badan Koodinasi Keluarag Berencana Nasional (BKKBN),” ujarnya.

Untuk itu, kedepan masyarakat harus lebih tahu apa program BPJS Kesehatan itu. “Kita terus melakukan sosialisasi agar masyarakat tahu program JKN-KIS,” kata Yulisman.

Lebih lanjut, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memenuhi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). “Program ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2014,” ujarnya.

Ia mengatakan, JKN merupakan bagian dari SJSN yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial, bertujuan memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Program ini, kata dia, akan diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dulunya PT Askes (Persero), sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS kepada seluruh rakyat Indonesia.

Peserta program jaminan kesehatan yaitu penerima bantuan iuran (PBI), dulunya peserta jamkesmas yaitu masyarakat miskin atau tidak mampu, dan besaran iurannya ditanggung atau dibayar pemerintah kepada BPJS sebesar Rp19.225/orang/bulan.

Sementara pekerja penerima upah yaitu peserta askes dan anggota keluarga, peserta jamsostek dan anggota keluarganya, anggota TNI Polri/PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan/Polri dan anggota keluarganya.
Iuran jaminan kesehatan untuk pekerja penerima upah dibayar oleh pekerja (PNS,TNI Polri) dan pemberi kerja yaitu pemerintah.

Sementara itu, program bukan penerima upah, yaitu masyarakat yang berusaha atau bekerja atau resiko sendiri seperti buruh bangunan, sopir, nelayan dan petani. Bila mereka akan berobat, harus mendaftarkan diri ke kantor BPJS terdekat (dulunya PT Askes), dengan membayar iuran (premi) sesuai pilihan akomodasi yaitu kelas III Rp 25. 500/orang/bulan, kelas II Rp. 42.500/orang/bulan, kelas I Rp. 59.500/orang/bulan.

“Program ini akan berlangsung secara bertahap mulai tahun ini dan pada 1 Januari 2019 seluruh masyarakat Indonesia wajib menjadi peserta BPJS kesehatan,” katanya.

Ia mengharapkan, masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan atau belum ikut program JKN segera mendaftarkan diri menjadi peserta JKN di kantor BPJS terdekat, sebab program nasional ini bermanfaat.

“Satuan kerja perangkat daerah hendaknya turut mensosialisasikan teknis program ini kepada seluruh lapisan masyarakat secara terus menerus sehingga memberikan pemahaman yang benar,” pungkasnya.

Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan sosial. “Intinya setiap orang tanpa terkecuali apabila sudah bekerja selama 6 bulan bekerja wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan,” tegas Yulisman.

Kedepan ada lima program kesehatan yang akan dijalankan. Yakni jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Untuk program Kartu Indonesia Sehat (KIS) adalah salah satu program Presiden Joko Widodo. Kartu tersebut diluncurkan bersama dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera dan Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera (KSKS).

KIS berfungsi sebagai kartu jaminan kesehatan, yang dapat digunakan untuk mendapatkan layanan kesehatan gratis di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan, sesuai dengan kondisi penyakit yang diderita penerima KIS. “KIS merupakan perluasan dari program Jaminan Kesehatan Nasional yang diluncurkan pemerintah sebelumnya, yaitu pada 1 Januari 2014,” imbuh Yulisman.

Apa manfaat Kartu Indonesia Sehat dan perbedaannya dengan program jaminan kesehatan yang selama ini sudah berlaku? Ia menjelaskan Kartu Indonesia Sehat (KIS) adalah Nama untuk Program Jaminan Kesehatan SJSN (JKN) bagi penduduk Indonesia, khususnya fakir miskin dan tidak mampu serta iurannya dibayarkan oleh pemerintah. BPJS Kesehatan adalah Badan Hukum Publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan SJSN (JKN). “Jadi, KIS adalah program sementara BPJS Kesehatan adalah badan yang ditugaskan untuk menjalankan program tersebut,” pungkasnya.

Menurut Yulisman, Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Jaminan Kesehatan SJSN (JKN) mempunyai perbedaan. Dimana secara kuantitas, sasaran peserta mengalami peningkatan yaitu sebanyak 1,7 juta jiwa yang berasal dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) untuk tahap awal. Secara kualitas, manfaat upaya kesehatan masyarakat juga tercakup di dalamnya selain manfaat upaya kesehatan perseorangan.

Dikatakan dia, semua jaminan kesehatan sebelumnya akan diganti. Seperti Kartu Askes, Kartu Jamkesmas, Kartu JKN-BPJS Kesehatan, dan KJS. “Secara bertahap akan diganti semua kartu kesehatan yang lama. Tapi saat ini masih tetap berlaku dan dapat dipergunakan untuk mendapatkan Jaminan Kesehatan SJSN (JKN). Untuk peserta baru yang berasal dari fakir miskin dan tidak mampu, secara bertahap akan diterbitkan KIS,” jelasnya.

Sebenarnya, bagi yang telah mendapat Kartu Indonesia Sehat (KIS), dapat segera memperoleh jaminan kesehatan. “Iya, peserta yang sudah mendapat KIS dapat memperoleh manfaat jaminan kesehatan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku,” tuturnya.

Prosedur pelayanan KIS sama dengan program jaminan kesehatan sebelumnya. Prinsipnya sama, tetap menggunakan sistem rujukan berjenjang. Untuk kontak pertama, peserta memperoleh pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dimana yang bersangkutan terdaftar. Jika perlu mendapatkan penanganan lebih lanjut, maka dapat dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan. Bahkan ada 144 diagnosa penyakit yang harus ditangani di FKTP. Ini berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Perkemenkes) No 5 Tahun 2015. “Penyakit-penyakit yang menjadi kompetensi tingkat pertama maka ditangani oleh FKTP, bila diluar itu maka FKTP akan merujuk ke rumah sakit. Dalam kondisi gawat darurat medis, peserta dapat langsung memperoleh pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan,” ungkapnya.

Untuk pasien yang menginginkan perawatan yang lebih tinggi daripada haknya bisa saja. “Pasien nanti akan membayar selisih antara biaya peningkatan kelas dikurangi biaya yang ditanggung BPJS,” pungkasnya.

Sebagai peserta BPJS Kesehatan, ia menyarankan harus benar-benar memahami prosedur penggunaan kartu BPJS sebelum langsung datang ke rumah sakit untuk menghindari penolakan di rumah sakit
Pemahaman mengenai prosedur penggunaan BPJS Kesehatan dan tipe rumah sakit harus diketahui para peserta. Sebab, tak jarang terjadi kasus peserta BPJS Kesehatan yang mendapat penolakan dari rumah sakit lantaran kurangnya pemahaman terhadap penggunaan BPJS Kesehatan.

”Perlu diketahui, tidak semua rumah sakit memiliki fungsi dan fasilitas yang sama. Anda juga perlu tahu, bahwa tidak semua rumah sakit swasta bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,” ungkapnya.

Sementara itu Per 1 Januari 2015 lalu, seluruh BUMN/BUMD dan perusahaan wajib mendaftarkan karyawannya dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan.

“Saat ini semua badan usaha di KOta Prabumulih hampir sudah semua mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan. Namun, masih ada juga perusahaan yang belum mendaftarkan karyawannya,” ujar dia.

Alasannya, kata dia, karena badan usaha masih terikat kontrak dengan asuransi yang menjaminnya. “Makanya kami jauh-jauh hari melakukan sosialisasi, agar tahun depan semua badan usaha mendaftar ke BPJS Kesehatan,” beber Yulisman.

Dia mengaku, badan usaha menggunaan asuransi swasta dengan standar premi yang tinggi dan mendapat pelayanan yang mewah. “Dengan ikut BPJS Kesehatan, fasilitas tersebut sebetulnya masih bisa didapatkan. Karena sudah ada coordination of benefit (CoB) antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta. Sehingga nanti yang melayani tetap rumah sakit yang sama,” kata dia.

Lewat mekanisme ini, peserta BPJS Kesehatan membeli asuransi kesehatan tambahan dari Penyelenggara Program Asuransi Kesehatan Tambahan atau badan penjamin lainnya yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Bisa naik kelas perawatan, mendapat benefit lain yang tidak tercakup dalam JKN, serta mendapat perawatan lanjutan ekslusif dan bisa berobat di RS swasta yang belum bekerja sama jika dalam keadaan gawat darurat.

Ia menjelaskan, bila ada pelayanan rumah sakit yang enggan melayani, BPJS Kesehatan akan melakukan komunikasi dan pembinaan kepada provider. “Keputusan menteri kesehatan tidak boleh ada iuran biaya,” katanya.
Ia mengatakan misalkan untuk obat dan pembelian selang bagi kepentingan pengobatan juga tidak bisa meminta biaya tambahan pada pasien peserta BPJS Kesehatan karena sudah termasuk skema pembayaran di asuransi kesehatan tersebut.
“Bila ada yang provider yang melakukan itu, akan kami tegur provider layanan kesehatan yang seperti itu,” ujarnya.
Untuk itu, kedepan pihaknya akan mengoptimalkan pelayanan primer. “Program Indonesia Sehat yang menjadi program nawacita presiden untuk menekankan pada pengutan layanan primer,” ungkapnya.
Selain itu, ia meminta masyarakat lebih berhati-hati dalam membedakan kartu BPJS Kesehatan menyatakan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Karena saat ini kartu tersebut banyak dipalsukan oleh oknum yang mengambil keuntungan.
“Kartu KIS asli itu tidak ada nomor elektronik id pemiliknya,” kata Yulisman.

Ia menjelaskan, secara fisik KIS yang dibuat lembaga tersebut banyak perbedaannya dengan KIS yang diterbitkan resmi oleh pemerintah. Setelah adanya temuan BPJS Kesehatan dan KIS palsu di Bandung Barat, jajarannya melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan sosialisasi.
Sosialisasi itu berkaitan dengan kartu yang asli diterbitkan BPJS dan cara pembuatan kartu BPJS Kesehatan kepada masyarakat.

“Kami telah mulai sosialisasikan bagaimana cara membuat kartu kesehatan yang benar di desa, kelurahan dan kecamatan yang ada di Kota Prabumulih, Muaraenim, dan PALI,” ungkap Yulisman. (novas riady)

 

News Feed